BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyimpangan perilaku makan,
seperti anoreksia nevosa dan bulimia nervosa, pada umumnya dialami oleh wanita
serta berhubungan dengan beberapa kesehatan lainnya. Pada penderita anoreksia
nervosa keadaan kelaparan yang kronis dapat menyebabkan keabnormalan kelenjar
endokrin, kurang optimalnya pertumbuhan selama masa remaja, osteoporosis,
anemia, hipotermia sinus bradycardia, dan beberapa penyakit lainnya.
(McIntire&Lacy, 2007).
Fairburn dan hill (2005)
menyebutkan penderita anoreksia umumnya akan mengalami ammenorhea. Menurut
jurnal yang di keluarkan oleh national
intitute of mental health (NIMH) pada tahun 2007 para penderita anoreksia
nevrosa memiliki angka kematian sepuluh kali lipat lebih hingga dibandingkan
mereka yang tidak memiliki kelainan ini.
Pada penderita bumilia nevrosa
masalah kesehatan yang biasa muncul adalah dehidrasi, karies gigi, renal
calculi, metabolisme asam dan perdarahan esophagus (McIntire&/lacy, 2007).
Karies gigi terjadi pada penderita bulima nervosa di sebabkan oleh asam lambung
yang keluar dari mulut sebagai akibat dari pemuntahan makanan (Deborah, 2001).
Penyimpangan perilaku makan
telah muncul menjadi salah satu penyakit kronis. Prevalensi seumur hidup dari
anoreksia dan bulimia pada wanita sekitar 0,5% - 3,7% dan 1,1% - 4,2% (Power
PS, 2003). Sebuah artikel di NIMH sebuah penelitian yang melibatkan 2.980 orang
dewasa kemudian di beri pertanyaan mengenai penyimpangan perilaku makan,
didapatkan 0,9% wanita dan 0,3% laki-laki melaporkan dirinya pernah mengalami
anoreksia, didapatkan juga 1,5% wanita dan 0,5% laki-laki pernah mengalami
bulimia (Hudson, 2007).
Di indonesia sendiri masih
belum banyak dilakukan penelitian dan publikasi yang melaporkan tentang
penyimpangan perilaku makan. Sebuah penelitian dikalangan remaja yang telah
dilakukan oleh Titianti (2007) membuktikan 34,8% remaja di jakarta mengalami
penyimpangan perilaku makan dengan spesifikasi 11,6% menderita anoreksia
nervosa dan 27% menderita bulimia nervosa. Sebuah penelitian lagi yang
dilakukan oleh Putra (2008) pada siswi SMAN 70 Jakarta Selatan diketahui 88,5%
responden memiliki kecenderungan penyimpangan perilaku makan dengan distribusi
type kecenderungan penyimpangan 11,8% cenderung pada anoreksia nevrosa, 23,3%
cenderung pada bulimia nevrosa.
Dilihat dari temuan sebelumnya
terlihat bahwa kasus penyimpangan perilaku makan dikalangan remaja harus diperhatikan.
Karena minimnya peneliti yang terkait dengan kasus tersebut maka peneliti
tertarik untuk meneliti besarnya kasus penyimpangan perilaku makan pada remaja
terutama kalangan mahasiswa di Depok. Seperti yang telah dilakukan Putra
(2008), peneliti hanya mengambil kasus yang berupa kecenderungan penyimpangan
perilaku makan. Hal ini dilakukan untuk memperbesar kemungkinan mendapatkan
kasus.
1.2
Tujuan Pembelajaran
·
Agar mengetahui apa
itu Anoreksia
·
bagaimana
penyebabnya
·
dan seperti apa
gejalanya.
BAB II
PEMBAHASAN
Anoreksia nervosa (AN) adalah sebuah gangguan makan yang ditandai dengan penolakan untuk
mempertahankan berat badan yang sehat dan rasa takut yang berlebihan terhadap
peningkatan berat badan akibat pencitraan diri yang menyimpang. Pencitraan diri
pada penderita AN dipengaruhi oleh bias kognitif (pola penyimpangan dalam
menilai suatu situasi) dan memengaruhi cara seseorang dalam berpikir serta
mengevaluasi tubuh dan makanannya. AN merupakan sebuah penyakit kompleks yang
melibatkan komponen psikologikal, sosiologikal, dan fisiologikal, pada penderitanya
ditemukan peningkatan rasio enzim hati dan GGT, hingga disfungsi hati akut pada
tingkat lanjut. Seseorang yang menderita AN disebut sebagai anoreksik atau (lebih tidak umum) anorektik. Istilah ini sering
kali namun tidak benar disingkat menjadi anorexia,
yang berarti gejala medis kehilangan nafsu makan. Anorektik dapat juga menunjuk ke obat penahan
nafsu. Penderita anorexia sangat takut mengalami kenaikan berat badan dan akan
melakukan langkah-langkah ekstrim untuk menurunkan berat badan termasuk
mengambil obat pencahar, menolak makan, hingga berolahraga berlebihan.
Gejala anorexia meliputi:
menolak makan, periode menstruasi tidak teratur, kecemasan terhadap berat
badan, kulit pucat, dan sesak napas. Beberapa risiko medis yang terkait dengan
anorexia termasuk osteoporosis, kekurangan mineral dan vitamin, denyut jantung
tidak teratur, dan pertumbuhan terhambat. Jika tidak diobati, anorexia bisa
berakibat fatal. Kebanyakan penderita anorexia meninggal karena gagal jantung.
·
Berikut adalah dua penyebab anorexia nervosa.
1. Penyebab Genetik
Kebanyakan ahli medis setuju bahwa
tidak ada satu penyebab tunggal anorexia.
Anorexia terjadi akibat perpaduan dari
faktor genetik, psikologis, dan lingkungan.
Studi pada anak kembar dengan DNA
identik menunjukkan bahwa seseorang memiliki peluang hingga 50% terkena
anorexia jika memiliki anggota keluarga yang merupakan penderita anorexia.
Jadi, jika salah satu kembar menderita
anorexia, ada kemungkinan 50% saudara kembarnya juga akan mengalami anorexia.
Penelitian menunjukkan bahwa komposisi
genetik tertentu memiliki efek pada pola makan.
Studi lain menunjukkan bahwa serotonin
memiliki efek pada perkembangan anorexia.
Ketidakseimbangan jumlah serotonin di
otak terbukti menyebabkan beberapa gangguan termasuk depresi klinis, kecemasan,
dan anorexia.
2. Penyebab Lingkungan
Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa
faktor sosial dan lingkungan memiliki kontribusi terhadap terjadinya anorexia.
Tekanan sosial dari media yang sering
menggambarkan aktris berbadan sangat langsing turut berkontribusi terhadap
terjadinya penyakit ini.
Aktris, musisi, dan model langsing
bahkan cenderung kurus memicu ilusi perihal berat badan ideal.
·
Berikut adalah faktor risiko anoreksia.
1. Sejarah keluarga.
Faktor genetik turut berkontribusi
pada anoreksia. Ini berarti orang tua yang memiliki anoreksia kemungkinan akan
menurunkannya pada anak-anaknya.
2. Teman sebaya.
Teman sebaya turut berkontribusi
terhadap terjadinya anoreksia. Tidak hanya teman sebaya, keluarga dekat maupun
orang tua dapat pula memberikan kontribusi.
3. Kepribadian.
Lekas marah, citra diri yang rendah,
perfeksionisme, dan sifat obsesif adalah beberapa kepribadian yang sering
ditemukan pada penderita anoreksia.
4. Kemampuan menyesuaikan
diri.
Orang yang tidak bisa menyesuaikan
diri dengan berbagai perubahan dalam hidup atau yang sering mengalami gangguan
emosional berpotensi lebih besar menderita anoreksia.
Selain itu, orang yang pernah
dilecehkan secara seksual atau fisik memiliki kemungkinan lebih besar mengalami
anoreksia.
5. Konflik hubungan.
Banyak penderita anoreksia memiliki
latar belakang hubungan yang tidak harmonis seperti perceraian dan konflik
keluarga. Hal ini akan memicu masalah emosional yang rentan terhadap anoreksia.
6. Usia remaja.
Masa remaja merupakan usia paling
rentan seseorang mengalami anoreksia.
Tekanan teman sebaya, perubahan bentuk
tubuh yang pesat, serta faktor kelabilan emosional membuat remaja lebih
berisiko menderita anoreksia.
7. Kondisi kesehatan lain.
Attention Deficit Hyperactivity
Disorder (ADHD), depresi, kecemasan, dan kecanduan semua bisa membuka jalan
bagi anoreksia.
Patofisiologi
Selera makan dikontrol oleh “pusat lapar” atau “pusat
makan” di nuklei
hipotalamus lateral (LHN), dihambat oleh “pusat kenyang”
yang berlokasi di
nuklei ventromedial (VMN) hipotalamus. Mediator kimia
yang dihasilkan oleh
rangsangan vagal atau simpatetik pada reseptor perifer
dan pusat memberikan
masukan pada LHN dan VMN yang akan merubah selera makan.
Rangsangan
pada LHN secara langsung akan memicu perangsangan psikik
untuk mencari
dan menelan pakan dan menyebabkan hewan makan dengan
lahap.
Sedangkan rangsangan pada VMN menyebabkan hewan merasa
kenyang,
bahkan dalam keadaan ada rangsangan yang secara normal
menimbulkan
lapar. Pusat kenyang dipercaya menghambat pusat lapar.
Lesi neuronal yang
merusak VMN menyebabkan hewan tidak tertarik terhadap
pakan dan
mengakibatkan hilang berat (weight loss) secara
progresif.
·
Berikut adalah tanda dan gejala fisik anoreksia
1. Waspadai pakaian longgar
atau yang melebihi ukuran.
Banyak penderita anoreksia
menyembunyikan tanda-tanda fisik dengan cara menutupi tubuh mereka dengan
pakaian longgar.
2. Perhatikan setiap
penurunan berat badan yang dramatis.
Banyak orang mengalami fluktuasi berat
badan, tetapi penderita anoreksia umumnya mengalami perubahan drastis dan
mendadak dalam berat badan mereka.
3. Memantau kebiasaan diet.
Penderita anoreksia cenderung memilih
makanan rendah kalori atau bebas lemak dan sering melewatkan waktu makan.
4. Perubahan siklus
menstruasi dan seksual.
Perempuan yang mengalami anoreksia
mungkin akan terlambat tiga kali atau lebih dalam siklus menstruasi.
Sedang laki-laki yang menderita
anoreksia mungkin mengalami penurunan dorongan seksual.
5. Olahraga berlebihan.
Salah satu tanda anoreksia adalah
melakukan olahraga pada porsi ekstrim tanpa disertai asupan kalori yang
memadai. Mereka berharap dengan olahraga keras berat badan ‘ideal’ akan segera
dapat dicapai.
6. Periksa tanda-tanda
fisik.
Kulit kuning, kuku kering, rambut
rontok, dan memar adalah beberapa dari tanda-tanda fisik anoreksia
Terdapat beberapa langkah yang bisa
Anda coba untuk mencegah anorexia pada remaja.
1. Mulai langkah mencegah anorexia
ketika anak masih berusia dini.
Ajarkan anak-anak untuk menilai tubuh
secara positif, terutama pada anak perempuan yang lebih rentan mengalami
anorexia.
Ajari anak bahwa makan dan olahraga
penting untuk kesehatan, bukan untuk memiliki tubuh “sempurna”.
Jangan meminta anak melakukan diet,
kecuali anak tersebut mengalami kelebihan berat badan yang signifikan.
2. Perhatikan anak remaja Anda.
Sementara bisa menyerang siapa saja,
anorexia lebih umum terjadi pada gadis tipe perfeksionis.
Dengarkan anak Anda jika mereka mulai
mengklaim dirinya gemuk, padahal kenyataannya tidak demikian.v
Untuk membantu mencegah anorexia,
pastikan anak mengkonsumsi makanan yang cukup serta tidak melakukan olahraga
pada tingkat ekstrim.
3. Buka komunikasi dengan anak.
Buka komunikasi dengan anak serta
hindari sikap menghakimi sehingga anak leluasa membicarakan ketakutan dan
kecemasannya.
Anak-anak yang memiliki komunikasi
terbuka dengan orang tua memiliki risiko lebih kecil menderita anorexia.
4. Berkomentar positif terhadap bentuk
tubuh seseorang.
Perhatikan bagaimana Anda
menggambarkan atau berkomentar terhadap tubuh orang lain.
Mengomentari bentuk atau ukuran tubuh
orang lain terutama dengan nada menghina akan menyebabkan anak-anak takut orang
lain akan berkomentar yang sama terhadap tubuhnya.
Mereka tidak ingin orang-orang
berbicara tentang mereka seperti Anda berbicara tentang orang lain.
5. Jangan berkomentar negatif tentang
tubuh orang lain meskipun hanya dalam nada berkelakar.
BAB III
PENUTUP
3.1
kesimpulan
Anoreksia
nervosa (AN) adalah sebuah gangguan
makan yang ditandai dengan
penolakan untuk mempertahankan berat badan yang sehat dan rasa takut yang
berlebihan terhadap peningkatan berat badan akibat pencitraan diri yang
menyimpang.
Seseorang yang menderita AN disebut
sebagai anoreksik atau (lebih tidak umum) anorektik. Istilah ini sering
kali namun tidak benar disingkat menjadi anorexia,
yang berarti gejala medis kehilangan nafsu makan. Anorektik dapat juga menunjuk ke obat penahan
nafsu.
Gejala anorexia meliputi: menolak
makan, periode menstruasi tidak teratur, kecemasan terhadap berat badan, kulit
pucat, dan sesak napas.
DAFTAR
PUSTAKA